Sakh Oliabam (SEGERA)


Dentingan logam yang beradu. Darah segar yang berterbangan dari tebasan juga tusukan senjata. Sungai Balia berwarna merah. Alirannya yang nyaris tidak bergerak, membuat darah semakin rapat menutupi setiap sudut air.
Bayangan hitam melesat di udara, keluar dari tengah-tengah gerombolan Dormuz. Sesosok tubuh melayang ringan. Bagaikan waktu yang tiba-tiba terhenti. Gerakannya naik dengan lembut. Sebuah pedang bersinar kemilau di tangan kanannya. Terangkat tinggi di atas kedua tanduk besar yang melingkar di sisi kepalanya, aroma kematian segera menyebar di sekitar besi berukir tebaran bunga di sepanjang mata pedang. Menggenggam erat gagang yang berhias lilitan kawat putih dan permata darah di ujungnya, mata makhluk itu yang menyala merah menatap sosok kurus jauh di bawahnya.

Sep 2, 2009

Lidah Siluman Kerbau di Gua Kiskendo

Angin berdesir di antara dinding gua, seakan menyaksikan pertempuran yang telah berlangsung lama. Seorang manusia sakti harus menghadapi dua siluman. Setelah pertempuran panjang, tubuh Subali mulai terasa perih. Berkali-kali usahanya membunuh Raja Mahesasuro sia-sia, karena setiap kali jasadnya dilangkahi Patih Lembusuro, maka raja berkepala kerbau itu akan hidup kembali; begitu pula sebaliknya.
Sembari menghimpun tenaganya yang tersisa. Subali terus mencari peluang. Hingga akhirnya –dalam keadaan terjepit- Subali berhasil menangkap kedua leher siluman itu. Dengan cepat Subali langsung menghantamkan kepala kedua makhluk itu hingga tewas. Untuk memastikan kedua siluman itu tidak akan hidup kembali, Subali memotong lidah dan membuang isi perut Raja Mahesasuro.
Menapak kaki di jalan setapak setelah perjalanan panjang. 35km arah barat Yogyakarta, tiba juga di Dusun Sukamaya. Dusun ini masuk dalam wilayah administratif Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pemandangan indah di antara lembah saat kaki menyusuri tubuh Pegunungan Menoreh terasa begitu memikat. Petak sawah yang menghijau, serta rumah-rumah tradisional pedesaan yang begitu sederhana; terasa sayang untuk tidak diabadikan.
Sesekali hawa dingin menyapa tubuh. Berada di ketinggian lebih dari 1000m di atas permukaan laut, memang suhu terasa jauh lebih rendah. Udara juga terasa sangat menyegarkan dan bersih. Bebas dari polusi, baik udara juga suara.
1200m di atas permukaan laut, sebuah mulut gua yang menurut legenda merupakan pusat Kerajaan Kiskendo terlihat di depan mata. Melalui penuturan penduduk setempat, gua itu ditemukan oleh Ki Gondoria sekitar tahun 1700-an yang mendapat petunjuk melalui mimpinya. Dikisahkan konon gua itu muncul dari Epos Ramayana di dunia pewayangan. Gua itu awalnya sebagai istana Raja Mahesasuro yang berkepala kerbau, didampingi Patih Lembusuro yang berkepala sapi. Gua itu juga menjadi pusat dari Kerajaan Kiskendo.
Keindahan stalaktit dan stalagmit segera menyambut saat memasuki gua. Di bawah tanah mengalir sungai yang menurut legenda dulunya mengalirkan air berwarna merah dan putih.
Keheningan mulai terasa saat langkah melewati pintu gua. Suasana sakral seketika membalut aura tempat yang dikeramatkan oleh penduduk setempat. Derap kaki yang begitu pelan terasa menggema di antara dinding gua. Tujuan utama masih jauh di depan mata. Gelap masih terasa begitu pekat untuk menangkap yang jauh dari pandangan.
Perjalanan menuju ruang utama melewati beberapa ruang lainnya. Ada Pertapaan Ledek. Ruang ini biasa digunakan untuk bertapa agar sukses dalam berkesenian. Pertapaan Santri Tani, yang dipakai bertapa agar hasil pertanian bias melimpah. Ruang ini dulunya dipakai sebagai tempat tinggal para petani pada masa kejayaan Kerajaan Kiskendo. Selain itu ada juga Lumbung Kampek sebagai tempat penyimpanan benda berharga kerajaan, serta Selumbung yang dipakai sebagai lumbung makanan kerajaan.
Saling terhubung secara fisik, tempat itu terlihat seperti sebuah tata pemerintahan kecil. Di tempat itu ada juga Pertapaan Kusuman yang sering digunakan sebagai tempat bertapa agar memperoleh derajat yang tinggi. Yang paling sering digunakan sebagai tempat bertapa adalah Pertapaan Subali. Di tempat inilah dulunya Subali bertapa sebelum bertempur dengan Raja Mahesasuro dan Patih Lembusuro. Selain itu ada juga Gua Seterbang yang menurut warga terhubung langsung dengan laut selatan.
Di komplek ini juga terdapat Sepranji dan Sawahan. Area ini dulu digunakan sebagai pusat peternakan dan menanam padi. Juga sebuah Padasan yang dulunya menjadi sumber air pada masa kejayaan kerajaan.
Sesampainya di tengah gua, cahaya matahari menerobos masuk melalui langit gua. Sebuah lubang menganga memperlihatkan langit biru di atasnya. Lubang ini disebut Sumelong. Lubang inilah yang dulunya dibuat oleh Subali agar bisa keluar dari gua disebabkan mulut gua ditutup Sugriwo-saudaranya.
Sebuah area lebar bergurat ukiran alam di dinding gua, ruang yang dikenal dengan sebutan Selangsur menjadi gerbang menuju ruang utama. Sejenak terlintas dalam benak bayangan film-film perang kerajaan cina tempo dulu. Di tempat inilah konon, Subali manusia sakti dari kahyangan harus berhadapan dengan punggawa-punggawa Kerajaan Kiskendo.Tujuan utama mendatangi Gua Kiskendo mulai terlihat. Cahaya dari alat penerangan mulai memantul di dinding gua. Satu bagian yang terpahat begitu hebat, entah oleh alam atau tangan manusia. Pilar-pilar stalaktit dan stalagmit yang aneh namun indah menghiasi ruangan, menjadi saksi bisu dari legenda. Tempat para siluman juga manusia dari kahyangan konon pernah meraja. Juga tempat di mana Subali berhasil menundukkan kesaktian Raja Mahesasuro dan Patih Lembusuro, sehingga berhak mempersunting Dewi Untoro Kasih yang menjadi pujaan Mahesasuro. Ruangan ini dikenal dengan nama Keraton Sekandang. Ruang itu pulalah yang dulunya menjadi pusat dari Kerajaan Kiskendo.
Yang menarik perhatian adalah Babat Kandel serta Lidah Mahesasuro. Babat Kandel berupa batu-batuan yang bentuknya mirip dengan usus manusia. Babat inilah yang dipercaya sebagai isi perut Mahesasuro yang dibuang oleh Subali. Sedangkan Lidah Mahesasuro adalah batu yang memiliki lidah. Batu ini dipercaya sebagai lidah raja yang dipotong oleh Subali.
Di atas barisan pegunungan, langit begitu biru dengan gumpalan awan menggantung sebagai penghias. Saat matahari beranjak naik, hawa sejuk tidak lagi begitu menusuk.
Saat pandangan menatap ke arah barat, 50m dari mulut Gua Kiskendo terlihat mulut gua lainnya. Begitu juga saat melihat ke arah timur sejauh 250m. Kedua gua itu dikenal dengan nama Gua Sumitro, yang menurut legenda menjadi tempat pertapaan Bambang Sumitro putra Sang Arjuna. Di dalam Gua Sumitro terdapat aliran air yang diyakini berasal dari Gua Kiskendo.
Di sebelah tenggara dari ketinggian 20m, air mengalir melewati riam-riam terjal. Air terjun ini dikenal sebagai Grojogan Sewu. Selain itu ada juga Watu Blencong – yang bentuknya seperti lampu blencong – terletak 250m di atas Gua Kiskendo, serta Watu Gajah – yang dari sisi tertentu akan terlihat seperti gajah.
Yang sangat unik adalah Gunung Krengseng dan Gunung Kelir. Gunung Krengseng merupakan bukit yang di puncaknya terdapat gapura atau pintu gerbang, sedangkan Gunung Kelir merupakan bukit yang tampak seperti kelir atau layar. Untuk bisa menikmati kedua gunung ini dari dekat, jarak yang harus ditempuh sejauh 4,5km dari Gua Kiskendo.
Saat letih mulai terasa, beristirahat sejenak di sekitar gua sembari menikmati indahnya alam pegunungan bisa menjadi pilhan menarik. Di sekitar lokasi juga terdapat pendopo untuk melepas penat bila terik matahari mulai terasa menyengat.
Gua Kiskendo punya banyak cerita. Pembentukan alam atau manusia, Epos Ramayana atau duplikat gua di India. Apapun ceritanya, Gua Kiskendo tetaplah tempat yang sangat indah. Bersihnya udara, sejuknya hawa serta ramahnya warga cukup membuatnya jadi istimewa.
Tempat itu memang bukan tempat legenda para dewa, akan tetapi seorang manusia dan dewi dari kahyangan pernah memimpin disana bersama legenda Ramayana.

Robby Syahputra
Yogyakarta April 23rd 2008

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More