Sakh Oliabam (SEGERA)


Dentingan logam yang beradu. Darah segar yang berterbangan dari tebasan juga tusukan senjata. Sungai Balia berwarna merah. Alirannya yang nyaris tidak bergerak, membuat darah semakin rapat menutupi setiap sudut air.
Bayangan hitam melesat di udara, keluar dari tengah-tengah gerombolan Dormuz. Sesosok tubuh melayang ringan. Bagaikan waktu yang tiba-tiba terhenti. Gerakannya naik dengan lembut. Sebuah pedang bersinar kemilau di tangan kanannya. Terangkat tinggi di atas kedua tanduk besar yang melingkar di sisi kepalanya, aroma kematian segera menyebar di sekitar besi berukir tebaran bunga di sepanjang mata pedang. Menggenggam erat gagang yang berhias lilitan kawat putih dan permata darah di ujungnya, mata makhluk itu yang menyala merah menatap sosok kurus jauh di bawahnya.

Sep 9, 2011

Bergabung Bersama

Christian tiba di kediaman Yohanes, pedagang kaya raya. Dirinya dipersilahkan masuk dalam rumah mewahnya. Pelayang mempersilahkan dirinya menunggu dalam salah satu ruang. Setiap jalan dalam rumah dilapisi dengan karpet mahal.
Tidak lama Yohanes masuk. Ia penuh keramahan dan gairah. Rambutnya dipenuhi dengan uban. Tatapan matanya bijaksana dan cerdik, meskipun mulutnya penuh hawa nafsu.
“Aku telah menerima pesan,” Pedagang itu memulai percakapan, “bahwa engkau adalah seorang yang terpelajar, lalu berpikir untuk mencari pekerjaan pada seorang pedagang. Lalu, betulkah engkau benar-benar membutuhkan pekerjaan itu?”
“Tidak.” Jawab Christian. “Saya tidak memerlukan dan saya tidak akan pernah memerlukan pekerjaan itu. Saya menjadi seorang pengembara, yang dengan dasar itu saya telah hidup untuk waktu yang lama.”
“Jika engkau memang seorang pengembara, bagaimana mungkin engkau tidak memerlukannya? Bukankah kebanyakan pengembara tidak memiliki apa pun?”
“Saya tidak memiliki apa-apa.” Jawab Christian. “Jika itu yang anda maksudkan. Saya memeang benar-benar tidak memiliki apa-apa. tetapi, itu semua disebabkan keinginan dan kehendak bebas saya sendiri, karena semua itu memang tidak saya perlukan.”
“Tetapi bagaimana engkau hidup jika tidak dirimu tidak memiliki apa-apa?”
“Saya tidak pernah memikirkan hal itu, Pak. Selama hampir tiga tahun saya hidup seperti ini, dan selama itu saya tidak pernah berpikir dengan apa saya harus hidup.”
“Jadi,” Pedagang itu tersenyum cerdik, “engkau selama ini hidup dari milik orang lain?”
“Tampaknya demikian. Bukankah pedagang juga hidup dari milik orang lain?”
“Begitukah menurutmu? Tetapi pedagang tidak mengambil sesuatu dari orang lain, melainkan dia memberikan sebentuk barang-barang sebagai gantinya.”
“Setiap hal mempunyai cara berbeda tentunya. Tetapi yang pasti adalah, setiap orang mengambil, dan setiap orang memberi. Itulah hidup.”
“Lalu, jika engkau tidak memiliki apapun, bagaimana engkau mampu memberi?”
“Setiap orang akan memberikan apa yang dirinya punyai. Seorang tentara akan memberikan kekuatan dan keberaniannya, seorang pedagang akan memberikan barang-barang, guru memberikan ilmu, petani memberikan beras, nelayan memberikan ikan.”
“Baiklah, lalu apa yang dapat engkau berikan? Apakah yang telah engkau pelajari hingga engkau dapat memberi?”
“Saya mampu berpikir, menunggu, berpuasa, bersabar dan berdoa.”
“Itu saja?”
“Kukira hanya itu.”
“Lalu, apa gunanya semua itu? Misalnya berpuasa, apa baiknya?”
“begitu besar nilainya, Pak. Jika seseorang tidak memiliki apa pun untuk dimakan, berpuasa akan menjadi hal paling cerdas yang dapat dilakukannya. Misalnya, jika diriku tidak pernah belajar berpuasa, dia harus mencari pekerjaan apa saja sekarang ini, baik dengan anda, atau dengan yang lainnya, karena lapar telah mendorongnya. Tetapi, seperti apa adanya, saya dapat menunggu dengan tenang. Dia mampu bersabar. Bisa untuk tidak membutuhkannya. Mampu melawan kelaparan untuk beberapa waktu lamanya, lalu menertawakannya. Oleh sebab itu, berpuasa sangat berguna, Pak.”
“Baiklah, anda benar pengembara. Tunggulah sebentar.” Yohanes beranjak, lalu kembali dengan sebuah map yang disampaikan pada tamunya, lalu bertanya. “Dapatkah engkau membaca ini?”
Christian membuka map yang di dalamnya berisi perjanjian penjualan secara tertulis, lalu dia mulai mebaca isinya.
“Bagus,” Kata Yohanes. “Lalu, maukah engkau menuliskan sesuatu pada lembaran ini untuk saya?”
Dia memberikan sebuah lembaran kertas serta sebuah pena, lalu Christian menuliskan sesuatu kemudian mengembalikannya.
Yohanes lalu mebacanya, “Menulis adalah baik, berpikir lebih baik. Kepandaian adalah baik, namun kesabaran itu lebih baik.”
“Engkau menulis dengan sangat baik sekali.” Puji Pedagang kaya itu. “Kita masih akan mendiskusikan banyak hal lainnya, tetapi hari ini engkau menjadi tamu saya dan akan tinggal di rumah saya.”
Christian lalu mengucapkan terima kasih dan menerimanya. Kini ia telah tinggal di rumah pedagang itu. Pakaian dan sepatu dibawakan kepada dirinya dan seorang pelayan disediakan untuk segala keperluannya setiap hari. Makanan enak dihidangkan padanya dua kali sehari, tetapi Christian hanya makan sekali sehari saat malam bersama pedagang kaya itu. Dia hanya makan secukupnya dan tidak meminum anggur. Yohanes banyak membicarakan usahanya pada Christian, memperlihatkan barang-barang dagangan, gudang-gudang serta kekayaannya. Christian belajar banyak hal-hal baru. Dia lebih banyak mendengar dan sedikit sekali berbicara. Dan, hal terpenting adalah ucapan Kaylila, dia tidak pernah sekalipun merendahkan dirinya kepada pedagang itu, tetapi membuat dirinya diperlakukan sederajat bahkan lebih. Yohanes memimpin usahanya dengan cukup hati-hati dan juga penuh semangat. Tetapi Christian, memperlakukan semua itu hanya layaknya sebuah permainan, membentuk aturan-aturan yang diusahakan untuk dipelajarinya secepat mungkin, tanpa berusaha untuk mengacaukan hatinya.
Christian membentuk waktunya sendiri setelah dia berhasil mengambil bagian dalam usaha tuannya itu. Setiap hari, saat Kaylila mengundangnya, dia akan segera mengunjungi Kaylila yang cantik. Pakaian indah telah mebalut tubuhnya serta sepatu yang bagus. Ia pun telah membawakan hadiah untuk wanita itu. Dia telah belajar begitu banyak hal dari bibir merahnya yang bijaksana, tangannya yang halus dan lembut. Christian yang masih seperti anak-anak dalam soal cinta bermaksud untuk terjun ke dalamnya, meskipun dengan keadaan buta namun dirinya tidak juga terpuaskan. Dirinya belajar dari wanita itu, bahwa orang tidak dapat memiliki kenikmatan tanpa meberikannya. Dan bahwa setiap bentuk gerakan, setiap ciuman, setiap sentuhan, setiap pandangan, dan setiap bagian tunggal tubuh mempunyai rahasianya sendiri, yang dapat memberikan kenikmatan kepada orang yang dapat mengerti. Kaylila mengajarkan kepada Christian bahwa orang-orang yang sedang bercinta tidak boleh berpisah satu dengan lainnya saat mereka selesai bersenggama tanpa saling mengagumi, tanpa ada perasaan telah dikalahkan dan mengalahkan, sehingga tidak akan ada perasaan jenuh ataupun sedih yang timbul, atau perasaan tidak enak karena telah menyalahgunakan atau disalahgunakan.
Christian memanfaatkan setiap jam-jam indah bersama wanita penghibur yang cantik, cerdik, dan dirinya terus menjadi muridnya, serta temannya. Sesungguhnya bersama Kaylila terbentang nilai dan arti kehidupannya sekarang, bukan dalam bisnis bersama Yohanes.
Pedagang itu memintanya untuk menuliskan surat-surat penting dan pesanan. Mereka mulai terbiasa berbincang-bincang tentang semua masalah penting. Lalu, Yohanes melihat bahwa Christian sedikit mengerti mengenai beras dan minyak, pengiriman dan penjualan. Tetapi dia lalu menyadari, bahwa Christian juga memiliki kepandaian khusus yang membahagiakan dan itu melebihi dirinya; yakni dalam ketenangan hati dan dalam seni mendengarkan dan meyakinkan orang asing.
“Pedagang itu,” Katanya kepada seorang teman, “bukanlah pedagang sesungguhnya, dan tidak akan pernah menjadi pedagang. Dia tidak pernah terpikat dengan bisnis, tetapi dia memiliki rahasia orang-orang itu, dan untuk dirinya sukses datang dengan sendirinya. Entah itu disebabkan dirinya lahir di bawah bintang keberuntungan, ataukah dia memakai sihir, atau dia belajar banyak saat dirinya menjadi pengembara. Kelihatannya dia akan selalu bermain dalam bisnis, karena bisnis itu sendiri tidak pernah bisa menarik hatinya. Tidak pernah sekalipun menguasainya. Sedikitpun dia tidak mencemaskan kegagalan. Dia tidak pernah sekalipun mengkhawatirkan kerugian.”
Lalu, teman itu menyarankan pada si pedagang kaya itu, “Berikan padanya sepertiga dari keuntungan usaha yang dipimpinnya, tetapi kelak biarkan dia menanggung kerugian yang sama besar dengan dirimu saat terjadi kerugian. Ini tentu akan mebuatnya lebih bersemangat.”
Yohanes lalu mengikuti saran temannya, tetapi Christian tetap kurang berminat pada hal tersebut. Jika dirinya memperoleh keuntungan, dia akan menerimanya dengan diam dan tenang. Dan, jika dirinya menderita kerugian, dia akan tertawa lalu berkata, “Baiklah, transaksi ini ternyata telah meburuk.”
Seluruh kenyataan yang ada, menunjukkan sepenuhnya bahwa Christian tetap tidak menyenangi bisnis. Pernah sekali waktu dirinya melakukan perjalanan ke salah satu desa untuk membuat perjanjian pembelian beras saat panen raya. Akan tetapi, saat dirinya tiba di sana, seluruh padi telah terjual pada pedagang lainnya. Namun, Christian tetap tinggal di desa itu beberapa hari lamanya. Ia menghibur petani, memberikan uang pada anak-anak, menghadiri perkawinan dan pulang dari perjalanan itu dengan segenap kepuasan dalam hatinya. Yohanes lalu menyalahkannya karena tidak segera kembali, karena dirinya telah mebuang begitu banyak waktu dan uang. Christian dengan tenang menjawab, “Jangan cerewet, sahabatku. Tidak ada yang akan engkau hasilkan dengan omelan. Jika kepergianku ini menimbulkan kerugian bagimu, aku akan menanggung kerugian itu. Aku sangat puas dengan perjalanan ini. aku menemui dan berkenalan dengan banyak orang. Aku telah bersahabat dengan penduduk. Anak-anak duduk di pangkuanku. Para petani memperlihatkan sawah mereka kepadaku. Bahkan tidak ada seorangpun di sana yang menganggap aku seorang pedagang.”
“Baiklah, semua itu tidak salah.” Yohanes mengakui dengan malu-malu, “Tapi, kenyataannya engkau tetaplah seorang pedagang, atau mungkin engkau hanya melakukan perjalanan hanya untuk kesenanganmu saja?”
“Tentu saja aku melakukan perjalanan itu untuk kesenanganku.” Christian tertawa. “Mengapa tidak? Aku telah mengenal daerah baru dan orang-orang. Aku menikmati persahabatan dan sebentuk kepercayaan. Kini, andaikan aku menjadi dirimu, aku akan segera pergi karena merasa sangat terganggu, disebabkan aku telah gagal melakukan pembelian, dan pada kenyataannya pun banyak waktu dan uang telah terbuang. Tetapi, aku telah memanfaatkan banyak hari dan waktuku dengan baik, belajar banyak hal, merasakan begitu banyak kenikmatan, dan aku tidak sedang menyakiti diriku sendiri dan juga orang lain melalui sebentuk kejengkelan dan kegugupan. Seandainya kelak aku dapat pergi ke sana lagi, barangkali membeli hasil panenan kemudian, atau untuk maksud-maksud lainnya, orang-orang yang bersahabat itu akan lebih menerimaku dengan terbuka, dan aku akan merasa lebih senang bahwa aku tidak melakukan ketergesaan dan bertindak kurang menyenangkan sebelumnya. Namun, biarlah semua itu terhenti dulu. Sahabatku, janganlah engakau menyakiti dirimu dengan omelan. Jika harinya nanti tiba, yakni saat engkau berpikir aku telah menyakiti hatimu, maka katakanlah itu sekali saja, dan aku akan segera melanjutkan perjalananku. Akan tetapi, sampai saat itu akhirnya tiba, biarlah kita tetap menjadi sahabat saja.”
Maksud pedagang itu agar Christian memakan umpan darinya ternyata juga gagal. Christian memakan miliknya sendiri. Christian tidak sedikitpun tertarik pada kesulitan Yohanes, sedangkan Yohanes memiliki banyak sekali kesulitan. Saat sebuah transaksi diancam tidak berhasil, jika pengiriman-pengiriman barang terancam hilang, jika seseorang yang berhutang tidak mampu membayar hutangnya. Yohanes tidak pernah sekalipun berhasil membujuk temannya; bahwa semua itu untuk memenuhi kebutuhan agar kelak tidak menemui kesulitan yang menyebabkan kemarahan, atau hanya sekedar membentuk kerutan di dahi dan sulit tidur. Pernah sekali waktu Yohanes memperingatkan bahwa Christian telah diajarkan banyak oleh dirinya, dengan ringan Christian menjawab, “Janganlah membuat lelucon seperti itu, sahabatku. Saya hanya belajar berapa harga sekarung beras, dan berapa besar laba yang diterima dari orang yang berhutang. Itulah pengetahuan anda. Tetapi aku tidak belajar cara berpikir dari anda, Yohanes. Sesungguhnya akan lebih baik bagimu, jika engkau belajar hal itu dari diriku.”
Itulah Christian, hatinya memang tidak pernah ada dalam bisnis. Bisnis hanya berguna baginya sebagai alat untuk mendapatkan uang bagi Kaylila, dan sebenarnya uang yang diperolehnya melebihi akan kebutuhannya sendiri. Selain itu, ketertarikan dan keingintahuan Christian hanya pada sosok seseorang, sedangkan pekerjaan mereka, kesulitan mereka, kesenangan mereka, dan kebodohan mereka, asing baginya dan terlalu jauh untuk dipikirkannya, seolah jarak bulan dari bumi.
Meskipun pada kenyataannya dia begitu gampang berbicara kepada setiap orang, hidup berbaur dengan orang lain, belajar dari setiap orang, dia sangat menyadari bahwa ada sesuatu yang memisahkan dirinya dari mereka – dan hal ini berhubungan dengan kenyataan bahwa dia telah menjadi seorang musafir, seorang pengembara untuk waktu yang lama. Dia melihat orang-orang hidup dengan cara kekanak-kanakan atau seperti binatang, yang keduanya begitu dicintai dan diremehkan. Dia melihat orang-orang bekerja keras. dia melihat mereka menderita lalu menjadi tua, yang menurut dirinya itu sangat tidak berharga – untuk kesenangan, walau hanya sedikit, dan sebentuk kehormatan yang sepele. Dirinya melihat orang-orang saling mencemoohkan dan meremehkan, mereka saling menyakiti. Dia juga melihat mereka berkeluh kesah, atau merasa sakit, dan menderita saat mengalami kerugian yang oleh para musafir hal tersebut tidak pernah terpikirkan dan dirasakan.
Christian menerima semua orang yang datang kepadanya. Dia menyambut setiap pedagang yang membawakan dagangan untuk dijual kepadanya. Dia menyambut baik setiap orang yang datang berhutang kepadanya. Dia menyambut baik seorang pengemis yang duduk di tempatnya selama satu jam, lalu menceritakan tentang kemiskinannya, meskipun dia merasa orang itu tidak lebih miskin dari dirinya saat dahulu. Dia tidak memperlakukan orang kaya berbeda dengan seorang pelayan yang membersihkan lantai, bahkan seorang pejalan kaki yang mencuri recehan darinya.
Saat Yohanes datang padanya dan menceritakan tentang kesulitan-kesulitannya, atau hanya sekedar meremahkannya tentang sebuah transaksi, Christian akan mendengarkannya dengan sungguh-sungguh, penuh perhatian dan menjadi orang yang mengagumkan. Dia berusaha memahami dan mengerti. Lalu, dia akan memberikan sedikit apa yang dibutuhkannya, untuk kemudian dia akan kembali berpaling ke orang lain yang menghendakinya. Dan itulah Christian, banyak yang ingin berdagang dengannya, banyak yang berusaha memperoleh simpatinya, banyak yang mendengarkan saran-sarannya. Dia memberikan saran, dia bersimpati, memberikan hadiah, dia membiarkan dirinya ditipu sedikit, dan dia pun memenuhi pikiran-pikirannya dengan semua permainan itu, lalu dia akan merasa sedikit bergairah.
Ada kalanya dia akan mendengar suara halus dari dalam dirinya. Suara yang terasa begitu lembut, yang mengingatkannya dengan tenang, mengeluh dengan tenang, sehingga dia hampir tidak mendengarnya. Kemudian di lain waktu, dia melihat segalanya dengan lebih jelas bahwa sebenarnya dia sedang menjalani kehidupan yang aneh, bahwa dirinya sebenarnya sedang melakukan banyak hal yang hanya merupakan sebuah permainan, bahwa dia akan merasa sangat senang dan terkadang merasakan kenikmatan, dan sesungguhnya kehidupan nyata itu hanya lewat di depannya, bahkan tidak sedikitpun menyentuhnya, – seperti seorang pemain bola, dia sedang bermain dengan bisnisnya, dengan orang-orang di sekitarnya, melihat mereka, mengejar mereka, sedikit memperoleh hiburan dari mereka; – tapi dengan hatinya, dengan sikap dasarnya yang nyata, dia tidak sedang berada di sana. Dirinya yang sebenarnya berkelana ke mana saja, jauh, berkelana terus-menerus dengan tidak terlihat dan bahkan terkadang tidak terkait dengan urusan kehidupannya. Kadang-kadang Christian merasa takut dengan pikiran-pikiran ini dan ingin juga ia dapat membagi urusan-uran sehari-hari yang kekanak-kanakan dengan kehebatannya, dengan segala kesungguhan untuk bisa mengambil bagian di dalam urusan-urusan ini, untuk bisa menikmati hidup dan hidup seperti orang-orang ketimbang hanya di sana sebagai penonton.
Hari-hari kemudian, dia datang ke tempat Kaylila yang cantik, saat dirinya telah mempunyai uang yang cukup baginya untuk dia mulai mempelajari seni bercinta, yang lebih dari segalanya, bagaimana memberi dan menerima menjadi satu. Dia kemudian berbincang-bincang dengan Kaylila, belajar dari dirinya, memberikan saran kepadanya dan juga menerima saran. Kaylila dapat mengerti dirinya secara lebih baik bila dibandingkan Angelina di saat-saat dahulu. Dia jauh lebih nyaman bersama Kalila.
Pernah satu kala dia berkata kepada Kaylila, “Engkau berbeda dengan orang lain. Engkau menyukai diriku. Engkau menjadi Kaylila dan bukan orang lain. Jauh di dalam dirimu terdapat ketenangan dan sebuah tempat perlindungan, dan setiap saat engkau mampu untuk kembali menjadi dirimu sendiri seperti yang terlihat olehku. Namun, untuk itu hanya sedikit sekali orang yang mempunyai kemampuan seperti itu, tidak setiap orang mampu memilikinya.”
“Tidak semua orang pandai.” Jawab Kaylila
“Tidak sedikit pun berkaitan dengan itu Kaylila sayang.” Kata Christian. “Yohanes sepandai diriku, tetapi tidak sedikitpun dalam dirinya memiliki tempat berlindung. Kebanyakan orang hanya memiliki pemahaman seorang anak kecil. Kebanyakan orang, Kaylila, layaknya daun yang melayang gugur, jatuh terguncang angin dan meliuk-liuk di udara, berkibar-kibar sebelum akhirnya terhempas ke tanah. Tetapi, sedikit sekali yang bisa seperti bintang-bintang yang mengitari satu garis edar. Tidak ada angin yang menyentuh bintang-bintang itu. Dalam diri mereka, mereka memiliki petunjuk dan jalan mereka sendiri. Di antara semua orang bijaksana yang banyak ku ketahui, ada satu orang yang sempurna dalam hal ini. hingga hari ini pun aku tidak dapat melupakannya. Orang memanggilnya Kyai Bahdarudin Syamawi, yang menyampaikan dengan agung ajaran-ajarannya. Ribuan orang mendengarkan ajaran-ajaran itu setiap harinya, dan beriringan beribadah secara jemaah setiap beberapa jam bersamanya. Tetapi, orang-orang yang mengikutinya adalah daun jatuh, mereka tidak memiliki kebijaksanaan dan petunjuk dalam diri mereka. Mereka mencintai pria itu melebihi cinta pada Tuhan. Mereka yang akan berpaling bila pria itu menjadi daun jatuh atau bila jasadnya punah.”
Kaylila memandang dirinya dan tersenyum hangat. “Engkau membicarakan dirinya lagi.” Ujarnya. “Saat membicarakannya engkau kembali terlihat seperti seorang pengembara.”
Christian terdiam. Mereka bertatapan lama, kemudian bersenggama lagi, tiga dari puluhan gaya permainan berbeda yang diketahui Kaylila. Tubuh wanita itu lentur. Siapa pun yang mempelajari seni bercinta darinya, akan mempelajari begitu banyak kenikmatan, banyak rahasia. Kaylila bisa lama sekali saat bersenggama dengan Christian, mengalahkannya, menguasainya, mengalahkannya, lalu bergembira pada saat bersamaan mencapai kepuasan, hingga Christian selesai dan terbaring letih di sisi Kaylila.
Wanita penghibur itu membungkuk di atasnya dan memandangi wajah Christian lama sekali, jauh ke dalam matanya yang mulai terlihat letih.
Engkaulah kekasih terbaik yang pernah aku miliki. Kata Kaylila dalam benaknya. “Kau lebih kuat dibandingkan yang lain, lebih supel dan bernafsu. Engkau telah mempelajari seniku dengan baik, Christian. Suatu hari nanti, saat diriku akan menjadi tua, aku ingin memperoleh anak darimu. Dan, sampai sekarang, kekasihku, engkau masihlah tetap seorang pengembara. Engkau tidak benar-benar mencintaiku. Bahkan engkau tidak mencintai siapa pun. Tidak benarkah itu?”
“Mungkin saja.” Jawab Christian dengan letih. “Aku seperti layaknya dirimu. Engkau yang tidak pernah mencintai siapa pun, bagaimana mungkin engkau mampu mempraktekkan cinta sebagai sebuah seni? Barangkali sebenarnya orang-orang seperti kita tidak dapat bercinta, kita hanya mengumbar nafsu. Orang-orang biasalah yang dapat, dan itulah rahasia mereka.”
Christian menatap jauh ke dalam relung pandang Kaylila. Mereka saling menyentuh kedalaman jiwa mereka melalui tatapan. Saat rasa dingin, kehangatan dan rasa antara keduanya menyatu dalam jiwa mereka, mereka mengakhirinya dengan ciuman yang bagi Christian mulai berkurang kemanisannya. Hari itu, mereka bersenggama beberapa kali lagi.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More